Pengamat ekonomi INDEF Nailul Huda, menilai keputusan Pemerintah membatasi praktik social commerce di media sosial seperti dilakukan Tiktok merupakan langkah keliru. Dia menilai hal itu malah membawa UMKM menuju kemunduran dalam upaya membawa mereka go digital untuk memperluas akses pasar. Huda menambahkan, jika aktivitas social commerce dilarang, apakah pemerintah dapat mengakses percakapan di media sosial agar tidak ada transaksi jual beli.

"Kalau kita dilarang, apakah pemerintah punya akses ke percakapan pengguna, terus kemudian kalau saya transaksi di IG (Instagram) apakah saya melanggar peraturan. Apakah Ig nya melanggar peraturan atau sebagainya. Itu kan susah, kita tidak bisa mengendalikan interaksi di media sosial," jelasnya. Huda membandingkan, sebelum adanya Tiktok Shop, Masya Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal Kaskus. Kaskus berawal sebagai forum diskusi warganet, kemudian berkembang menjadi forum jual beli dan sebagainya. "Apakah ini dilarang, kan tidak. Saya rasa pemerintah harus melihat secara komprehensif sebelum menandatangani revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020," ucap Huda.

Masih Sering Dilakukan, Ini Hukum Mengusap Wajah Usai Shalat, Simak Penjelasan UAS Halaman 4 57 Ucapan Selamat Ulang Tahun Islami Barakallah Fii Umrik untuk Semua Orang, Ada untuk Kekasih! Serambinews.com Jelang Natal 2023, Perantau Toraja di Manado Ramai Ramai Pulang Kampung

AnggotaDPRD Provinsi Gorontalo Tanggapi Perseteruan Bupati Nelson dengan Wabup Hendra Hemeto Aktivis HAM Belanda Minta Pemerintah Belanda Memblokir Ekspor Suku Cadang Pesawat F 35 ke Israel Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), agar UMKM dapat go digital, ada beberapa langkah yang biasanya dilewati.

"Yang pertama adalah UMKM untuk go digital bisa melakukan penjualan melalui Instant Messenger seperti WhatsApp dan sebagainya. Di pada tahap ini merek menjual pada circle nya. Ini banyak sekali bahwa 90 persen pelaku UMKM kita menggunakan Instant Messenger untuk berjualan," terang Huda. Kedua, sebanyak 64 persen pelaku UMKM Indonesia berjualan melalui media sosial. Jadi setelah usaha UMKM stabil di Instant Messenger, mereka lebih mengembangkan lagi pasarnya melalui media sosial. "Makanya kita banyak melihat pelaku UMKM ini berjualan di Ig, Tiktok dan sebagainya," imbuhnya.

Ketiga, usai memiliki pangsa pasar lebih luas, UMKM masuk ke e commerce atau marketplace, di mana ada sekitar 25 30 persen pelaku usaha sudah menggunakan marketplace ataupun e commerce. "Yang terakhir, diharapkan mereka bisa mempunyai website pribadi. Artinya apa, artinya media sosial ini memiliki proses yang penting dalam transformasi UMKM. Jadi step by step nya itu jelas. Yang pertama mereka menggunakan WhatsApp bisnis atau sebagainya, kemudian mereka memakai Tiktok, IG shop dan sebagainya, kemudian mereka menggunakan e commerce," ujar Huda.

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *