Beberapa waktu terakhir, pemberitaan ramai perihal orang orang yang berbobot hingga ratusan kilogram. Setelah Fajri, seorang pria dari Jakarta Timur, bernama Ahmad Juwanto mengalami obesitas dengan tubuh berbobot 200 kilogram. Pengurus Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Sub Endokrin Dr dr EM Yunir SpPD KEMD mengatakan, jika dibandingkan dengan orang luar negeri, masyarakat Indonesia lebih berisiko cepat obesitas.
"Negara barat karena postur tubuh orang tersebut lebih tinggi dari rata rata kita. Kadang kadang mereka kan tingginya 180 sentimeter. Jadi berat badan mereka biasanya memang sudah besar," ungkapnya apda media briefing virtual, Senin (10/7/2023). Faktor lain penyebab terjadinya obesitas ekstrim karena konsumsi karbohidrat yang sangat tinggi. Apa lagi di Indonesia masih ada anggapan belum dikenyang jika tidak mengonsumsi nasi.
153 Ribu Warga Surabaya Berisiko Obesitas, Usai di Atas 18 Tahun Paling Rentan, Ini Penyebabnya KPU Babel Rekrut 28.812 Petugas KPPS, Wajib Tes Kolesterol dan Gula Bangkapos.com Angka Bunuh Diri Pada Pria Lebih Tinggi Dibanding Wanita, Ini Penyebabnya
Aktivis HAM Belanda Minta Pemerintah Belanda Memblokir Ekspor Suku Cadang Pesawat F 35 ke Israel "Belum dikatakan makan jika belum makan nasi. Walau pun sudah jajan macam macam, makan jumlah kalori tinggi, tapi belum ketemu nasi, berarti belum makan," tutur dr Yunir. Lebih lanjut, dr Yunir mengungkapkan faktor lain.
Sedari awal, mungkin butuh waktu yang lama hingga mencapai bobot berlebih. Lalu pada satu titik, muncul masalah terhadap rasa kenyang pada orang yang sudah mengalami kegemukkan. Rasa kenyang jadi menurun, sehingga walau sudah makan banyak, masih belum merasa kenyang.
"Sehingga akan tetap berusaha untuk makan. Mencari makanan lagi untuk menutupi, atau mengatasi rasa laparnya. Itu yang mungkin terjadi," pungkasnya. Artikel ini merupakan bagian dari KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.